Penggambaran super wow dari kemampuan Artificial Intelligence (AI) yang ditampilkan di beberapa serial film bioskop telah menciptakan kekhawatiran bagi beberapa orang bahwa AI akan menggantikan fungsi manusia pada periode berikutnya.

Kekhawatiran tersebut didukung sebuah pernyataan salah satu pesohor, almarhum Stephen Hawking. Dia secara terang-terangan telah menyatakan ketakutannya tentang bagaimana masa depan AI bisa mengancam umat manusia.

Padahal, hingga saat ini AI hanya digunakan untuk meringankan pekerjaan manusia ada hal-hal yang sifatnya jauh dari kata mengganggu eksistensi keturunan nabi Adam tersebut. Meskipun, AI telah mampu melakukan pencarian di internet, rekomendasi lagu di pemutar musik, hingga rekomendasi video di lini masa YouTube.

Sebuah penelitian dilakukan kepada 11 pakar AI dan Ilmu Komputer. Mengutip hasil penelitian tersebut via Science Alert, Minggu (11/4/2021) sebagaimana dikutip dari Liputan6.com.

Berdasarkan hasil penelitian, 82 persen responden menyatakan AI bukanlah ancaman eksistensial manusia. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa AI hanya memiliki kemampuan untuk belajar pada sesuatu yang sangat spesifik. Meskipun, harus diakui AI sering diaplikasikan kepada teknologi, seperti pengenalan wajah, mobil tanpa pengemudi (otonomos), dan rekomendasi internet.

Trending:  Perbandingan Samsung Galaxy S21, S21 Plus dan S21 Ultra

Sebaga contoh, Deep Blue adalah AI pertama yang mengalahkan juara catur dunia pada tahun 1997. Namun, mereka tidak dapat menerapkan pembelajaran pada hal lain selain tugas yang sangat spesifik.

Artificial General Intelligence

Jenis AI lain disebut Artificial General Intelligence (AGI). Ini didefinisikan sebagai AI yang meniru kecerdasan manusia, termasuk kemampuan untuk berpikir dan menerapkan kecerdasan ke berbagai masalah yang berbeda. Beberapa orang percaya, AGI tidak dapat dihindari dan akan segera terjadi di masa depan.

Dr Roman Yampolskiy, ilmuwan komputer dari Louisville University juga percaya, “tidak ada kendali manusia terhadap AI sesuatu hal yang dapat terwujud”.

Trending:  Smartphone Kamu Disadap? Cek dengan Kode Rahasia Ini

Hal tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa AI tidak mungkin otonom, sekaligus dikendalikan oleh manusia. Artinya, jika tidak dapat mengontrol sistem super-cerdas ini bisa menjadi bencana.

Sedangkan Yingxu Wang, profesor Ilmu Perangkat Lunak dan Otak dari Universitas Calgary tidak setuju, mengatakan sistem AI tidak dapat mengontrol dirinya sendiri.

“Sistem dan produk AI yang dirancang secara profesional dibatasi dengan baik oleh lapisan dasar sistem operasi untuk melindungi kepentingan dan kesejahteraan pengguna, yang tidak dapat diakses atau dimodifikasi oleh mesin cerdas itu sendiri,” katanya.

Dari berbagai alasan para ilmuwan tersebut, pertanyaan mendasar yang perlu untuk dijawab secara ilmiah adalah, apakah hai bisa menggantikan posisi manusia di masa depan?

George Montanez, pakar AI dari Harvey Mudd College menyoroti, robot dan sistem AI tidak perlu hidup untuk menjadi berbahaya, cukup menjadi alat yang efektif. “Itu adalah ancaman yang ada saat ini,” katanya.

Trending:  Menghilangkan Getaran di Video Agar Menjadi Stabil di Android

Diantara contohnya, bias rasial telah ditemukan dalam algoritme yang mengalokasikan perawatan kesehatan untuk pasien di Amerika Serikat (AS).

Demikian juga yang terjadi pada perangkat lunak pengenal wajah yang digunakan untuk penegakan hukum, dan telah menunjukkan dampak negatif meskipun kemampuan AI yang ‘sempit’.

Bias AI berasal dari data tempat pelatihannya. Dalam kasus bias rasial, data pelatihan tidak mewakili populasi umum. Contoh lain terjadi pada 2016, ketika chatbox berbasis AI ditemukan mengirimkan konten yang sangat menyinggung dan rasis.

Hal tersebut diketahui dengan adanya beberapa orang yang sengaja mengirimkan pesan ofensif bot, dari mana ia mempelajarinya?.

Mungkin seperti itulah ancaman AI terhadap manusia di dunia nyata, bukan karena AI itu sendiri, tapi karena manusia yang memanfaatkannya menyalahi peraturan dan norma yang berlaku di masyarakat.

Iklan